2021
Oil on canvas
145cm x 130 cmTan Malaka adalah salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, guru yang ulet dan penggiat pendidikan. Ia bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh yang pertama kali berjuang menentang antikolonialisme di Hindia-Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Mohammad Hatta. Ia juga menjadi orang pertama yang mencetuskan konsep tentang “Negara Indonesia” dalam bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia. Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dkk. untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari barisan yang lain.Selain itu, Tan Malaka begitu memperhatikan kondisi di Indonesia yang bermasalah kala itu, Kondisi itu sebagian besar menjadi latar belakang dari karyanya, seperti Materialisme, Dialektika, dan Logika. Kondisi yang menjadi perhatian, khususnya pada tradisi nyata bangsa Indonesia adalah cara berpikir yang kurang teoretis. Dalam pandangannya, masyarakat Indonesia masih terjebak pada pola berpikir, yang ia sebut sebagai logika mistika. Pola berpikir yang masih mendasarkan argumentasi dogmatis pada takhayul, hal-hal gaib, dsb. bukan dengan penalaran kritis, logis dan rasional.Oleh karena itu, Tan Malaka aktif dalam kegiatan belajar-mengajar di sepanjang hidupnya. Praktik belajar-mengajar yang ia lakukan biasa disebut dengan pedagogi transformatif, yaitu proses memanusiakan manusia untuk dapat membentuk masyarakat baru dan pengetahuan baru yang diciptakan melalui keterlibatan mereka sendiri. Model pendidikan ini mengupayakan agar masyarakat mempunyai kesadaran, kepekaan, kemawasan dan wawasan akan kelas sosial yang tertindas dan tertinggal. Setelah berlibat di dalamnya, masyarakat diharapkan dapat membongkar tatanan atau relasi sosial yang tidak adil dan mengembalikan nilai-nilai kesetaraan serta kebebasan. Upaya semacam ini tidak mendapat tanggapan yang semestinya dari bangsanya sendiri, salah satunya dikarenakan oleh gejolak sosial-politik yang ada di kala itu.Tan Malaka sebagai bapak bangsa yang dilupakan, tetap tak diterima rakyatnya selama puluhan tahun bahkan setelah ajal menjemputnya. Kendati Soekarno telah mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional pada 28 Maret 1963. Namun, sejak era Orde Baru, keberadaan tokoh ini seperti dihapus dalam sejarah Indonesia. Namanya dicoret dari daftar nama pahlawan nasional dan hampir tidak pernah dibahas dalam mata pelajaran sejarah sejak SD s.d. SMA sederajat, setidaknya seperti saya dan teman-teman seangkatan alami. Ini semua buah dari kerja keras Orde Baru yang mencoba menghapus jejaknya karena menjadi bapak “sosialis” bagi Indonesia. Berjuang puluhan tahun di mancanegara, tetapi kurang dihargai oleh bangsa sendiri. Rekam jejaknya bagaikan kembang tebu sing kabur kanginan. Sosoknya tertiup angin atau bahkan tersapu oleh badai dari rezim despotik.Sosok yang terlupakan ini, berjuang “sendirian” untuk memerdekakan Indonesia mulai dari menulis buku, membentuk kesatuan massa, berbicara dalam kongres internasional, ikut bertempur di lapangan melawan Belanda secara langsung, sampai akhirnya harus keluar-masuk penjara berkali-kali, diburu oleh interpol dan polisi Internasional. Tan Malaka bapak republik bangsa ini, hidup kesepian, berjuang dalam kesendirian, dan mati menyedihkan. Ia memutuskan tak menikah untuk perjuangan lepas dari kolonialisme Belanda, tetap berjuang walaupun terasingkan, namun di penjara lebih lama di negeri sendiri dari pada penjara negeri orang. Terlepas dari itu semua, semangatnya masih muda untuk diterus diperjuangkan. Tentu saja, generasi kita yang menjadi pewaris dari tongkat estafet perjuangan itu, entah dalam bidang pendidikan atau yang lain.